Menyelisik Sejarah Gurah, Menyelami Tradisi Pesantren

Sunardi
Kamis 16 Maret 2023, 20:23 WIB
Ahmad Zabidi Marzuqi selaku anak dari Kiai Marzuqi yang menjadi pengasuh Pondok Pesantren Ar-Romly di Giriloyo, Wukirsari, Imogori, Bantul (Sumber : Labviral.com/Sunardi)

Ahmad Zabidi Marzuqi selaku anak dari Kiai Marzuqi yang menjadi pengasuh Pondok Pesantren Ar-Romly di Giriloyo, Wukirsari, Imogori, Bantul (Sumber : Labviral.com/Sunardi)

LABVIRAL.COM - Bagi sebagian besar orang ketika mengalami gangguan atau gejala penyakit tentu langsung berobat ke dokter. Orang-orang lebih mengadalkan tempat pengobatan medis seperti rumah sakit atau klinik dan tempat lain sejenis.

Keberadaan tempat pengobatan modern pun tak terlepas dari perkembangan zaman. Namun, tak sedikit pula orang yang masih memanfaatkan pengobatan tradisional.

Salah satu pengobatan tradisional yang masih eksis adalah gurah. Pengobatan tradisional asal daerah Imogiri, Bantul, Yogyakarta ini mampu membersihkan hidung dan membantu mengatasi beragam masalah pernafasan.

Sejarah Penemuan Gurah

Gurah sudah ada sejak sebelum kemerdekaan Indonesia. Metode pengobatan tradisional ini pertama kali dikenalkan oleh pendiri Pondok Pesantren (PP) Ar-Romly di Giriloyo, Wukirsari, Imogori, Bantul, Ahmad Marzuqi atau biasa dikenal dengan panggilan Kiai Marzuqi.

Terdapat beberapa sumber yang menyebutkan perbedaan patokan awal dari Kiai Marzuqi mulai melakukan pengobatan tradisional ini. Seperti laporan yang diterbitkan oleh Universitas Gadjah Mada berjudul "Gurah Mampu Atasi Rinosinusitis Kronis" (2005), menyebut jika gurah sudah dikenalkan sejak tahun 1900.

Sedangkan, sumber lainnya, yakni dari Laporan Penelitian Gurah dari Dinas Kebudayaan Kabupaten Bantul (2020), menyebut jika Kiai Marzuqi mengenalkan pengobatan tradisional gurah sekitar tahun 1930-an di daerah Giriloyo, Wukirsari, Imogiri Bantul.

Kiai Marzuqi, masih dalam laporan tersebut, dalam hal melakukan pengobatan memang pernah belajar ke bebeapa orang, seperti Mbah Dalhar Watucongol, KH. Ma'ruf, KH. Kholil Bangkalan, KH. Dimyati Termas, dan akumulasi keilmuan lain yang pernah didapat di berbagai pesantren.

Kiai Marzuqi juga pernah belajar dari kitab Syamsul Maarif dan Thibbun Nabawi, yang kemudian mendorongnya untuk melakukan pengobatan terapi atau teknik gurah ini.

Pengobatan tradisional gurah memanfaatkan dari akar tanaman srigunggu untuk digunakan sebagai terapi. Hal tersebut senada dengan kalangan masyarakat tradisional Arab, Persia, India, dan Mesir yang sejak dahulu sudah memanfaatkan resep obat dari berbagai akar-akaran, rerumputan, kayu, dedaunan, dan lain sebagainya.

Baca Juga: Apa Bahaya Minum Kopi Sachet? 4 Efek Buruk bagi Kesehatan Ini Mengintai Kamu

Awalnya untuk Qari

Kiai Marzuqi tentu tidak secara kebetulan melakukan pengobatan gurah. Kiai Marzuqi sebelum melakukan pengobatan gurah sudah terkenal dengan kemampuannya mengobati santri dan masyarakat sekitar.

Menurut penuturan Ahmad Zabidi Marzuqi, anak dari Kiai Marzuqi, bahwa ayahnya memang sering dimintai bantuan masyarakat sekitar untuk mengobati penyakit, terutama penyakit batuk dan sesak nafas.

"Tradisi gurah yang ada di Dusun Giriloyo ini dulu ditemukan dan diciptakan pertama oleh mbah Kiai Marzuki dan turun temurun diajarkan kepada para santri dan murid. Akhirnya sekarang ini sudah merebak barangkali di seluruh Nusantara," kata Zabidi yang ditemui oleh Tim Hoedhoed di PP Ar-Romly, Selasa (3/1) .

Pria 67 tahun yang sekaligus penerus pengasuh PP Ar-Romly menyebut jika tujuan dari gurah ini awalnya diperuntukan untuk qari, yakni seorang yang mahir dalam seni baca Al-Quran.

"Dulu pertama kali diperuntukan untuk seni suara bagi orang yang qari itu suaranya akan lebih nyaring karena kotorannya sudah bersih."

Dalam perkembangannya, pengobatan gurah tak hanya dilakukan oleh para qari, namun juga dilakukan oleh para penyanyi atau pun sinden yang ingin menjernihkan suaranya. Selain itu, masyarakat umum yang mengalami masalah pernafasan juga ikut mencoba pengobatan tradisional ini.

Baca Juga: 7 Manfaat Kopi bagi Kesehatan, dari Menurunkan Berat Badan hingga Mencegah Kanker

Srigunggu Tanaman Gurah

Pengobatan tradisional gurah terkenal dengan khasisatnya yang bisa menyembuhkan berbagai penyakit seperti peradangan paru-paru, sinusitis, amandel, dan penyakit lain berkaitan dengan masalah pernafasan. Salah satu bahan dasar gurah adalah cairan tanaman srigunggu.

Tanaman yang memiliki nama latin Clerodendron serratum ini bisa tumbuh di pekarangan rumah atau daerah hutan di pegunungan. Dari segi karakterisitik, srigunggu ini merupakan jenis tanaman perdu yang bisa tumbuh 1 sampai 3 meter.

Dilansir Journal of Applied Pharmaceutical Science, Srigunggu juga telah dikenal luas untuk pengobatan berbagai penyakit yang mengancam jiwa seperti kanker, sifilis, tifus, hipertensi, dan penyakit kuning. Tanaman tersebut juga telah digunakan sebagai anti-rematik, anti-asma, dan obat penurun panas.

Dalam hal pengobatan gurah, yang dimanfaatkan untuk pengobatan adalah bagian dari akar pohon. Akar srigunggu yang basah kemudian dikeringkan, lalu digilas sampai keluar busa. Kemudian, dari carian yang digilas itu disaring dan diberi air masak.

"Pengobatan gurah ini sangat sederhana. Jadi obatnya itu diambil dari pohon srigunggu. Pohon ini diambil kulit dari akarnya yang lebih manjur, dikupas, terus dicuci, kemudian dijemur, langsung dikikis dan dikasih air satu atau dua sendok itu untuk satu orang pasien," kata Zabidi.

Baca Juga: 5 Manfaat Minum Teh Tanpa Gula untuk Kesehatan, Apa Saja Nih?

Sudut Pandang Medis

Gura masuk dalam jenis pengobatann tradisional menurut Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 1076/Menkes/SK/VII/2003 tentang Penyelenggaraan Pengobatan Tradisional.

Pengobatan gurah ini juga sudah sejajar dengan jamu, tabib, sinshe, homoeopathy, aromatherapist, dan pengobat tradisional lainnya.

Selain itu, pidato Soepomo Soekardono (2005), guru besar yang pernah menjadi Ketua Program Spesialis Ilmu Kesehatan THT-KL UGM, mengatakan gurah dapat mengatasi keluhan, gejala dan penyebab rinosinusitis kronis.

Menurut Soepomo, penyakit rinitis atau rinosinusitis kronis ini merupakan penyakit yang perlu diperhatikan dan diatasi dengan seksama. Apalagi mengingat komplikasinya yang sulit disembuhkan dan memerlukan biaya yang sangat besar.

Baca Juga: Apa Madu Bisa Turunkan Kadar Gula Darah dan Kolesterol Jahat? Ini Penjelasan Khasiatnya

Cara Pengobatan dan Efek Gurah

Cara melakukan pengobatan gurah ini adalah dengan meneteskan cairan dari daun srigunggu ke dalam hidung. Pasien yang mau digurah awalnya disuruh untuk tidur terlentang terlebih dahulu.

Jika sudah terlentang, maka akan diberikan cairan. Biasanya cukup diteteskan sebanyak 3 sampai 5 tetes ke dalam lubang hidung.

"Setelah dua atau tiga menit bereaksi di kepala, nanti pasien disuruh tengkurap. Hidung nanti akan langsung tersumbat dan keluar ingus atau kotoran-kotoran yang ada di dalam kepala. Nanti setelah lima sampai sepuluh menit lendir-lendir yang kotor akan mulai keluar," kata Zabidi.

Zabidi yang merupakan generasi kedua penemu gurah mengatakan ingus yang keluar dari hidung berbeda-beda tiap orang. Pada umumnya, butuh waktu 1 sampai 2 jam untuk bisa mengeluarkan ingus yang ada di hidung.

"Kalau kotorannya banyak seperti dari nikotin atau sinositus itu bisa satu atau dua jam sudah biasa," tambahnya.

Efek dari pengobatan gurah ini juga beragam. Ada yang cuma dahak-dahak saja, dan ada yang sampai muntah.

Zabidi juga menambahkan, pada saat proses pengobatan gurah para pasien akan berasa seperti menyelam di air.

"Awalnya memang ya panas, tapi setelah itu ya sudah biasa. Satu atau dua jam sudah selesai efeknya," ujarnya.

Sementara itu, Fachri Baits Salam, salah seorang qari yang pernah mencoba pengobatan gurah memberikan kesaksiannya. Fachri pernah melakukan pengobatan gurah pada tahun 2017 saat masih menjadi santri.

"Dulu kan ikut hadroh, terus ada tarik vokal pas waktu qiraah dan saya ikut gurah ini juga karena diajak teman. Dulu juga pernah berangkat rombongan bersama teman ekstrakulikuler pondok. Setelah digurah itu selang tiga hari sudah kerasa perbedaannya di suara, " kata Fachri.

Senada dengan apa yang dikatakan Zabidi, menurut penuturuan Fachri, jika saat pertama kali dikasih cairan, di tenggorokan rasanya panas. Mulai dari hidung dan bagian kepala juga terasa panas.

"Itu sekitar 2 jam, dan tergantung lendirnya yang keluar. Setelah lendirnya sudah keluar yang saya rasakan di tenggorokan ya masih panas, di hidung juga masih panas. Setelah itu baru dikasih air putih untuk meringankan," kata Fachri.

Pria berusia 27 tahun asal Batang, Jawa Tengah ini pernah melakukan gurah dua kali. Ia tidak merasa kapok meski rasanya kata sebagian besar orang memang sakit.

Menurutnya, jika seseorang niat ingin mengeluarkan lendir memang harus gurah secara rutin. Semisal sebulan atau dua bulan, bahkan setahun sekali.

"Saya pengen nyoba lagi, tapi belum ada waktunya aja," pungkasnya.

Follow Berita LABVIRAL di Google News
Editor :
Halaman :
Berita Terkait Berita Terkini