LABVIRAL.COM - Ibadah haji yang menjadi salah satu rukun Islam bagi yang mampu melaksanakan baru saja dibuka. Ibadah haji 2023 resmi dibuka untuk 2,5 juta jamaah yang datang dari seluruh penjuru dunia. Para jemaah berbondong-bondong datang ke Tanah Suci.
Ibadah haji memang sudah menjadi salah satu kewajiban tersendiri bagi umat Islam yang dilakukan sedikitnya sekali dalam seumur hidup. Namun, ibadah tersebut hanya dilakukan bagi mereka yang mampu.
Ibadah haji merupakan rukun Islam yang terakhir setelah syahadat, salat, zakat, dan puasa. Para umat Muslim yang mampu melaksanakan ibadah haji pun diwajibkan untuk melaksanakan rukun Islam tersebut.
Baca Juga: 3 Doa saat Wukuf di Arafah untuk Menyempurnakan Ibadah Haji
Baca Juga: 5 Hikmah Menunaikan Ibadah Haji Meski Seumur Hidup Cuma Sekali
Di Indonesia sendiri, seseorang yang sudah menyelesaikan ibadah haji akan disebut haji bagi laki-laki. Sementara, bagi perempuan akan disebut hajah bagi perempuan.
Menariknya, penyebutan haji ini hanya ada di Indonesia saja. Mengapa hal tersebut bisa terjadi? Bagaimana asal-usul penyebutan haji yang hanya ada di Indonesia?
Sejak zaman kolonial Belanda
Adanya gelar haji bisa diketahui sejak masa kolonial Belanda. Seseorang yang sudah pulang dari ibadah haji akan mendapatkan gelar haji dan ditaruh di depan nama seseorang.
Pada masa kolonial Belanda, gelar haji ini mulai digunakan. Tepatnya sekitar medio tahun 1961. Pada tahun tersebut salah satu kekuatan besar yang menentang kolonialisme di Indonesia adalah Islam.
Beberapa tokoh yang sudah memakai gelar haji pada waktu itu seperti KH Ahmad Dahlan. Sosok tersebut seusai pulang dari ibadah haji langsung mendirikan organisasi Islam Muhammadiyah.
Selain KH Ahmad Dahlan, tokoh Islam lainnya adalah KH Hasyim Asyari yang kemudian mendirikan Nahdlatul Ulama. Tak hanya dua tokoh Islam tersebut, ada juga Samanhudi mendirikan Sarekat Dagang Islam, dan Cokroaminoto mendirikan Sarekat Islam.
Keberadaan organisasi Islam tersebut menjadi salah satu kekhawatiran tersendiri bagi pemerintah kolonial Belanda. Pada waktu itu, seseorang yang telah kembali berhaji dianggap sebagai orang suci di Jawa.
Baca Juga: Mengenal Sa'i dalam Ibadah Haji, Hukum hingga Tata Caranya
Baca Juga: Arab Saudi Pakai AI Untuk Tunjang Pelayanan Haji yang Efektif Bagi Jamaah
Gelar haji warisan kolonial Belanda
Dikarenakan pada dekade kedua abad ke-20 tersebut banyak perlawanan dari umat Islam terhadap pemerintah kolonial Belanda, akhir pemerintah kolonial Belanda pun waspada. Mereka akhirnya menyematkan gelar haji sebagai penanda orang-orang yang baru pulang dari Tanah Suci.
Adanya kebijakan tersebut kemudian diatur dalam Peraturan Pemerintahan Belanda Staatsblad tahun 1903. Salah satu tujuan adanya kebijakan tersebut adalah pemberian gelar haji supaya pihak Belanda lebih mudah dalam melakukan pengawasan bagi para jemaah haji yang memberontak.
Hal itulah yang menjadi sebab adanya penyematan gelar haji yang hanya ada di Indonesia. Sejak tahun 1916 itulah menjadi penanda bahwa setiap umat Muslim Indonesia yang pulang dari ibadah haji akan diberi gelar haji.***