“Bromat dapat masuk ke air minum kemasan jika proses penyaringan tidak dilakukan dengan hati-hati atau jika ada kontaminasi dalam sumber air. Kandungan bromat dalam air minum masih dibolehkan, asal tidak melebihi 10 mcg/L,” urainya.
Batas aman WHO
Lebih lanjut ia menjelaskan batas aman yang diperbolehkan menurut WHO adalah 10 ppb (part per bilion) atau 10 mikrogram/Liter. Hal ini berdasarkan batas atas potensi kanker untuk bromat adalah 0,19 per mg/kg berat badan per hari.
Pada studi dengan hewan, dijumpai bahwa bromat dapat memicu kanker namun belum diketahui dampaknya pada manusia. Keracunan bromat dosis tinggi sangat jarang terjadi, kecuali orang secara sengaja atau tidak sengaja menelan cairan kimia yang mengandung bromat.
Efek dari kercaunan bromat dapat mengakibatkan muntah-muntah, sakit perut dan diare. Selain itu juga bisa menyebabkan kelelahan, hilangnya refleks dan masalah lain pada sistem saraf pusat. Namun efek ini biasanya bersifat reversibel, yang artinya bisa kembali normal, tidak menetap.
Sementara di Indonesia, regulasi tentang minuman dan makanan diatur oleh BPOM, yang mengacu pada SNI yang diatur standarnya oleh Badan Standardisasi nasional (BSN).
Untuk air minum dalam kemasan, khususnya air mineral, dalam registrasinya dan pengawasannya mengacu ke SNI, di mana persyaratan mutunya mengikuti peraturan SNI 3553:2015.
“Pada SNI tersebut, terkait dengan kandungan bromat juga ditetapkan sama dengan standar aman WHO,”tuturnya.
Lantas bagaimana sebaiknya masyarakat menanggapi isu soal bromat yang ada pada salah satu produk air minum dalam kemasan ini?
Baca Juga: Potret Manis 4 WAG's Timnas Indonesia yang Curi Perhatian
Zullies kembali menegaskan bahwa postingan tersebut merupakan hoaks. Oleh sebab itu, masyarakat diimbau untuk bersikap bijak dan selektif dalam mencerna informasi. Upayakan untuk memverifikasi atau menanyakan terlebih dahulu pada ahli atau sumber yang kredibel.