Atau, Jokowi tidak bisa dimakzulkan, karena dipilih langsung oleh rakyat. Itu logika nyungsep.
Berikut tiga logika sederhana, pelanggaran Jokowi yang masuk delik pemakzulan.
𝗣𝗘𝗥𝗧𝗔𝗠𝗔, Jokowi patut diduga melakukan korupsi memperdagangkan pengaruh. Kasusnya adalah yang dilaporkan Ubeidilah Badrun pada 10 Januari 2022, sudah lebih dari setahun yang lalu, tanpa ada progres. Yaitu, laporan dugaan korupsi suap yang diterima anak-anak Jokowi, seolah-olah penyertaan modal ratusan miliar Rupiah.
Modal besar demikian tidak mungkin diberikan, kalau Gibran dan Kaesang bukan anak Presiden Jokowi. Saya berpendapat, inilah modus 𝘵𝘳𝘢𝘥𝘪𝘯𝘨 𝘪𝘯 𝘪𝘯𝘧𝘭𝘶𝘯𝘤𝘦, memperdagangkan pengaruh Jokowi sebagai Presiden.
Logika sederhananya, yang terjadi adalah korupsi memperdagangkan pengaruh Presiden Jokowi, bukan penyertaan modal.
𝗞𝗘𝗗𝗨𝗔, Presiden Jokowi patut diduga melakukan korupsi, menghalang-halangi proses penegakan hukum. Kepada seorang anggota kabinet, pimpinan KPK menyatakan ada 4 kasus korupsi yang menjerat seorang elit politik.
KPK siap mentersangkakan dengan seizin Presiden. Sampai saat ini sang elit tetap aman, karena berada dalam barisan koalisi Jokowi. Itu jelas melanggar Pasal 21 UU Tipikor, Jokowi menghalang-halangi penegakan hukum (𝘖𝘣𝘴𝘵𝘳𝘶𝘤𝘵𝘪𝘰𝘯 𝘰𝘧 𝘑𝘶𝘴𝘵𝘪𝘤𝘦).
𝗞𝗘𝗧𝗜𝗚𝗔, Presiden Jokowi melanggar konstitusi, kebebasan berorganisasi, karenanya masuk delik penghianatan terhadap negara. 𝘔𝘰𝘦𝘭𝘥𝘰𝘬𝘰𝘨𝘢𝘵𝘦, yaitu pembegalan Partai Demokrat oleh KSP Moeldoko adalah pelanggaran HAM. Pembiaran atau 𝘣𝘺 𝘰𝘮𝘮𝘪𝘴𝘴𝘪𝘰𝘯 oleh Presiden Jokowi menunjukkan Beliau terlibat, mencopet demokrat.
Logika sederhana, 𝘔𝘰𝘦𝘭𝘥𝘰𝘬𝘰𝘨𝘢𝘵𝘦 bukanlah hak politik Moeldoko yang patut dihormati, tetapi adalah pembegalan parpol yang adalah kejahatan.
Pembiaran Presiden Jokowi atas pembegalan partai, melanggar HAM, melanggar konstitusi, dan secara UU Pemilu adalah pengkhianatan terhadap negara.