LABVIRAL.COM-Kasus antraks di Gunungkidul membuat pakar Universitas Gadjah Mada (UGM) menegaskan untuk menyetop perilaku menyembelih hewan sakit, apalagi membagikan dagingnya.
Dosen Fakultas Peternakan UGM, Nanung Danar Dono, S.Pt., M.Sc., Ph.D., menegaskan pentingnya pemahaman, kesadaran, serta upaya bersama dalam penanganan antraks agar tidak lagi menimbulkan korban.
Kebiasaan memotong dan membagi-bagikan daging hewan yang mati karena sakit, menurutnya, merupakan salah satu kebiasaan yang berbahaya sehingga harus dihentikan.
Kesalahan tersebut menjadi pemicu penyebaran penyakit yang disebabkan oleh bakteri, termasuk penyakit antraks yang tidak hanya dapat menjangkit hewan lainnya, namun juga manusia hingga memunculkan kasus kematian.
"Hewan yang terjangkit tidak boleh dibuka, maka kalau disembelih itu kesalahan fatal karena bakteri sebagian besar ada di darah. Ketika darah keluar dan berinteraksi dengan udara, terbentuklah spora yang menjadi momok,” terang Prof. Dr. drh. Agnesia Endang Tri Hastuti Wahyuni, M.Si dikutip dari situs ugm.ac.id, Sabtu (8/7/2023).
Baca Juga: Profil dan Biodata Edwin van der Sar, Kiper Legenda MU yang Alami Pendarahan Otak
Ia menerangkan, kasus antraks telah masuk ke Indonesia sejak tahun 1884, dan wilayah yang terserang antraks semakin lama semakin banyak dan meluas.
Salah satu penyebab hal ini, menurutnya, adalah karena antraks memang merupakan penyakit yang tidak mudah dimusnahkan. Spora yang dihasilkan oleh bakteri antraks, terang Wahyuni, sulit hilang dan bisa bertahan di tanah hingga puluhan tahun.