Anto mengatakan, berdasarkan data di atas dapat dilihat bahwa kebebasan beragama dan berkeyakinan masih menjadi persoalan di Indonesia, khususnya dalam persoalan rumah ibadah. Padahal, kata Anto, kebebasan beragama dan berkeyakinan telah lama dijamin dalam konstitusi.
Baca Juga: Letusan Gunung Tambora 1815, Letusan Terbesar yang Mengubah Iklim Dunia
Namun, dalam konteks kebebasan pendirian rumah ibadah, penegakkan terhadap konstitusi seringkali terbentur oleh aturan pelaksana yaitu Peraturan Bersama Menteri Agama dan Menteri Dalam Negeri Nomor 8 dan 9 Tahun 2006 (PBM 2006).
Di mana berisi tentang Pedoman Pelaksanaan Tugas Kepala Daerah/Wakil Kepala Daerah Dalam Pemeliharaan Kerukunan Umat Beragama, Pemberdayaan Forum Kerukunan Umat Beragama (FKUB) dan Pendirian Rumah Ibadah.
Lebih lanjut, ia mengatakan riset yang dilakukan TII tahun 2015 tentang Evaluasi Implementasi PBM 2006, kebijakan terkait pendirian rumah ibadah masih sarat dengan praktik diskriminatif.
Padahal seharusnya sebagai bentuk dari pelayanan publik yang dijamin konstitusi, kebijakan pendirian rumah ibadah harus bersifat non-diskriminatif.
Praktik diskriminatif tersebut tertuang dalam persyaratan administrasi pendirian rumah ibadah. Seperti yang tertulis dalam PBM 2006, Pasal 14 ayat 2 (a) Daftar nama dan KTP pengguna rumah ibadat minimal 90 orang disahkan oleh pejabat setempat sesuai dengan tingkat batas wilayah dan (b) Dukungan masyarakat setempat minimal 60 orang yang disahkan oleh Lurah/Kepala desa.
Baca Juga: Jadwal Imsak Kota Bogor 2023, Lengkap Jadwal Buka Puasa dan Waktu Sholat Kota Bogor Ramadhan 2023
“Syarat administrasi ini yang kemudian berujung konflik jika syarat ini tidak terpenuhi. Selain itu, jika syarat admnistrasi tersebut terpenuhi kerap kali ada intimidasi kepada pemerintah daerah agar membatalkan keputusan tersebut,” jelas Anto.
Adanya praktik diskriminatif tersebut, lanjutnya, diperkeruh dengan masih rendahnya pemahaman tentang keberagaman baik di aparatur pelaksana maupun di masyarakat. Sehingga masyarakat saling mencurigai antar umat beragama.