LABVIRAL.COM - Istilah metode hisab dan rukyatul hilal semakin sering terdengar sejak menjelang datangnya bulan suci Ramadan setiap tahun.
Tahun 2023 ini misalnya, metode dalam menentukan awal Ramadan, Idul Fitri, Idul Adha dan bulan-bulan lain dalam kalender hijriyah masih menuai perdebatan.
Sebagian kelompok ada yang lebih memilih metode hisab namun ada pula yang lebih sering memakai cara rukyatul hilal.
Baca Juga: 124 Titik Rukyatul Hilal Awal Ramadan 1444 H, Apakah Kotamu Termasuk?
Sebenarnya, bagaimana perbedaan di antara dua metode penetapan kalender Hijriyah tersebut? Adakah dalil yang dijadikan pegangan? Scroll artikel ini sampai habis ya!
Pengertian
Ilustrasi rukyatul hilal.
Rukyatul hilal terdiri dari dua kata bahasa Arab di mana rukyat artinya melihat sedangkan hilal bermakna bulan.
Baca Juga: Lebaran Idul Fitri 2023 Tanggal Berapa? Simak Penjelasannya di Sini
Dengan demikian, rukyatul hilal adalah cara menentukan awal bulan Hijriyah seperti Ramadan, Idul Fitri, dan Idul Adha dengan cara melihat hilal atau bulan baru di langit, baik menggunakan mata telanjang atau memakai teropong.
Karena tergolong cara manual, maka untuk memastikan suatu peristiwa dalam kalender hijriyah harus benar-benar melihat bulan.
Adapun metode hisab adalah proses menentukan peristiwa dalam penanggalan hijriyah dengan cara menghitung berdasarkan ilmu falak atau astronomi.
Baca Juga: Resep Mudah dan Praktis Ketupat Instan intuk Idul Fitri 2023, Anti Ribet Rasanya Pulen Banget
Maka dari itu jika suatu kelompok memakai metode hisab maka tidak perlu benar-benar melihat penampakan bulan di langit.
Dengan teori perhitungan yang matematis, astronomis metode hisab sudah bisa menentukan awal bulan di tahun-tahun yang akan datang sejak jauh-jauh hari.
Di Indonesia, metode hisab sering digunakan oleh ormas Islam Muhammadiyah yang mempunyai pengikut cukup besar.
Baca Juga: Simak 5 Tutorial Make Up Idul Fitri 2023, Hari Lebaran Kamu Makin Cantik
Perbedaan pendapat di kalangan ulama
Disadur Labviral.com dari situs MUI pada Selasa, 18 April 2023, perbedaan pandangan di kalangan para ulama dalam penggunaan metode hisab dan rukyatul hilal sudah terjadi sejak dulu.
Menurut catatan Ibnu Rusyd (w. 595 H.) dalam kitab Bidayat al- Mujtahid wa Nihayat al-Muqtashid, perbedaan tersebut telah terjadi sejak era sahabat nabi dan tabiin.
Dimulai dari Sahabat Ibnu Umar yang lebih memilih untuk menggunakan metode rukyatul hilal. Namun bagi tabiin senior bernama Mutharrif bin Syikhir, ia lebih memilih menggunakan metode hisab.
Baca Juga: 5 Tutorial Make Up Lebaran 2023, Tampil Cantik dan Natural Siap Sambut Hari Raya Idul Fitri
Ibnu Rusyd berpandangan, adanya perbedaan itu karena pemaknaan hadis Nabi Muhammad yang tidak sama.
Nabi Muhammad saw bersabda, atau Abul Qasim telah bersabda, "Berpuasalah kalian dengan melihatnya (hilal) dan berbukalah dengan melihatnya pula. Apabila kalian terhalang oleh awan (mendung), maka sempurnakanlah jumlah bilangan hari bulan Syaban menjadi tiga puluh." (HR Bukhari).
Berdasarkan hadis di atas, sebagian ulama berpandangan bahwa metode penentuan awal bulan harus menggunakan rukyatul hilal atau harus secara pasti melihat wujud bulan.
Baca Juga: Insipirasi Cantik, Tutorial Hijab Pasmina untuk Idul Fitri 1444 H ala Selebgram
Jika tidak memungkinkan karena terhalau awan gelap misalnya, maka cukup menggenapkan bulan Syakban, Ramadan dan lain sebagainya menjadi 30 hari.
Sementara itu bagi kalangan yang lebih memilih metode hisab, mereka berpendapat bahwa cara tersebut jauh lebih praktis ketimbang melihat hilal yang ada kalanya tertutup awan.
So, sampai di sini bisa dipahami bahwa metode hisab dan rukyatul hilal dalam penentuan awal Ramadan, Idul Fitri dan lain sebagainya mempunyai landasan yang kuat.***